RESENSI DARI FILM “PEREMPUAN
BERKALUNG SORBAN”
Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamualaikum Wr.Wb. Alhamdulillah saya panjat kepada sang Maha Kuasa, dan
segala pengatur di alam semesta ini, yaitu ALLAH S.W.T. dan tak lupa pula kita
panjatkan puja dan puji kepada Guru Besar, Pembimbing kita, yaitu Nabi Muhammad
S.A.W. semoga selalu kita selalu ada di dalam lindungan dan jalan_Nya, amin.
Disini saya menulis rangkuman atau resensi dari film yang berjudul “perempuan berkalung sorban”. Sebuah
kisah karya Abidah El Khalieqy, kisah pengorbanan seorang perempuan Seorang
anak kyai Salafiah sekaligus seorang ibu dan isteri. Annisa (23th), seorang
perempuan dengan pendirian kuat, cantik dan cerdas. Annisa hidup dalam
lingkungan keluarga kyai di pesantren Salafiah putri Al Huda Jombang, Jawa
Timur.
Pesantren Salafiah putri Al Huda adalah
pesantren kolot dan kaku. Baginya ilmu sejati dan benar hanyalah Qu’ran, Hadist
dan Sunnah. Ilmu lain yang diperoleh dari buku-buku apalagi buku modern
dianggap menyimpang.
Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda
diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim. Seorang muslimah yang
baik menurut Islam adalah, tidak diperbolehkan membantah suami, haram meminta
cerai suami, selalu ikhlas menerima kekurangan dan kelebihan suami, termasuk
jika suami berkehendak melakukan poligami, tidak boleh berkata lebih keras dari
suaminya, sekalipun dalam menyatakan ketidaksetujuan, tidak boleh mengulur-ulur
waktu bahkan menolak ketika suami mengajak bersetubuh, ikhlas menerima
pembagian waris sekalipun hanya ¼ bagian (lebih kecil daripada bagian laki-laki).
Pelajaran itu membuat Annisa beranggapan bahwa Islam sangat membela laki-laki.
Islam meletakkan perempuan sangat lemah dan tidak seimbang. Sejak kecil Annisa
selalu mendapatkan perlakuan tidak adil dari Kyai. Dua orang kakaknya boleh
belajar berkuda, sementara Annisa tidak boleh hanya karena dirinya perempuan.
Tapi protes Anissa selalu dianggap
rengekan anak kecil. Hanya Khudori (Oka Antara), paman dari pihak Ibu, yang
selalu menemani Anissa. Menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain
bagi Anissa. Diam-diam Anissa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak
terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan
keluarga Kyai Hanan (Joshua Pandelaky), sekalipun bukan sedarah. Hal itu
membuat Khudori selalu mencoba membunuh cintanya. Sampai akhirnya Khudori
melanjutkan sekolah ke Kairo. Secara diam-diam Anissa mendaftarkan kuliah ke
Jogja dan diterima tapi Kyai Hanan tidak mengijinkan, dengan alasan bisa
menimbulkan fitnah, ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian
jauh dari orang tua. Anissa merengek dan protes dengan alasan ayahnya.
Akhirnya Anissa malah dinikahkan dengan Samsudin, seorang anak Kyai dari pesantren Salaf terbesar di
Jawa Timur. Sekalipun hati Anissa berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan
juga. Kenyataan Samsudin menikah lagi dengan Kalsum. Harapan untuk menjadi
perempuan muslimah yang mandiri bagi Anissa seketika runtuh.
Anissa dipertemukan lagi dengan Khudori.
Keduanya masih sama-sama mencintai. Tapi apakah cinta anissa dan Khudori
berakhir di pernikahan? Bagaimana hubungan Anissa dan kedua orang tuanya dan
Samsudin suaminya? Apakah Anissa dapat menjadi muslimah seperti yang diinginkan
orang tuanya?
RINGKASAN
ISI CERITA
Dalam film ini pada bagian pertama
diceritakan mulai dari masa kecil tokoh utama yakni Annisa, anak dari ibu yang
bernama Hajjah Mutmainah, dan ayahnya yang bernama Kyai Haji Hanan Abdul Malik
pendiri pesantren Tambak beras, Tebuireng ( Bahrul Umum ) di daerah Jombang,
selain itu anisa memiliki dua kakak laki-laki yang bernama Rizal dan Wildan.
Selain itu juga memiliki paman yang bernama lek Khudori ( sapaan Anisa kepada
pamannya ).
Pada bagian kedua disampaikan bahwa
anisa ini dari sejak kecil sudah mulai kelihatan akan kebandelannya terhadap
orang tuanya, selain itu anisa juga sering kali memberontak akan hal-hal yang
tidak sesuai dengan hati nuraninya, sehingga nisa ini sering mengadu segala
kegajalan atau ketidaksukaannya terhadap sesuatu pasti disampaikan kepada lek
Khudori, karena hanya lek khudori yang peduli akan nasib-nasib perempuan,
selain itu lek Khudori juga sangat mendukung akan kesetaraan gender antara
laki-laki dengan perempuan sebatas dalam koridor syariah.
Selanjutnya dalam bagian ketiga
diceritakan pula kisah anisa dalam mempertaruhkan masa remaja untuk
bersenang-senang, dan mencari hal-hal yang baru harus tertunda bahkan tidak
mengalaminya karena pada saat anisa masih duduk dibangku Sekolah Menengah
Pertama atau Tsanawiyah ( istilah dalam pondok ), nisa harus menikah dengan
seorang Sarjana Hukum yang bernama Samsudin, anak seorang Kyai ternama yang
memiliki harta yang melimpah, dan Samsudin ini adalah pewaris lima hektar tanah
dan satu hektar kebun kelengkeng.
Meskipun nisa menikah dengan seorang
yang terpelajar dan kaya serta anak seorang kyai, tetapi nisa tidak merasakan
keindahan pernikahan tersebut, hal yang diraskan nisa tidak lain adalah
penganiayaan dan pemerkosaan belaka, nisa merasa seperti dijadikan sebagai
budaknya dan hanya dijadikan sebagai pemuas nafsu syahwatnya belaka.
Pada bagaian keempat dikisahkan bahwa
nisa selalu menceritakan penderitaanya tersebut kepada lek Khudori( pamannya
yang saat itu sedang melanjutkan S2 di Kairo, Mesir ) melalui surat. Kemudian
pernikahan nisa ini semakin hari semakin berantakan, karena kebejatan suaminya
akhirnya nisa pun dipoligami dengan seorang janda yang bernama Kalsum, dan
memiliki anak satu yang bernama fadilah ( anak hasil hubungan gelap / sebelum
menikah ). Setelah sekian lama kehidupan rumah tangga ini, semakin rumit dan
samsudin pun tidak tahan tinggal dirumah akhirnya dia pun sering keluar malam
dan menginap dirumah seorang janda yang genit yang berjualan jamu di daerah
samsudin tinggal. Beberapa waktu kemudian pamannya nisa yang bernama Lek
Khudori itu telah selesai menjalankan pendidikannya, dan kemudian pulanglah ia
ke Indonesia, dan bertemu dengan nisa.
Akhirnya pada saat penyambutan lek
Khudori nisa pun akhirnya memberanikan dirinya untuk bercerita kepada ibu dan
ayahnya akan kejadian atau penderitaan yang dirasakan nisa karena ulah Samsudin.
Setelah itu akhirnya keluarga nisa pun segera bertindak, dengan menjatuhkan
talak tiga terhadap nisa. Selanjutnya nisa pun telah menyelesaikan sekolah
Aliyahnya, dan akhirnya ia ingin membuka lembaran baru di Jogja dengan
melanjutkan di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Dan tanpa nisa
ketahui ternyata nisa itu diawasi oleh Lek Khudori, dan ternyata lek Khudori
pun juga mendaftar untuk menjadi pengajar di Perguruan Tinggi di Jogja dan
akhirnya kisah merekapun berlanjut di Jogja.
Setelah mereka bertemu akhirnya tak lama
kemudian lek Khudori melamar nisa dengan mendatangi orang tua nisa, dan
akhirnya mereka pun direstui dan menikah, mereka hidup di Jogja dan memiliki
anak satu, itu semua atas keridhoan Tuhan, karena jika sudah kun fayakun,maka
apa yang menjadi kehendah Tuhan pasti akan terwujud. Waktu adalah jawaban dari
semua hal. Tetapi lek khudori meninggal dunia akibat tabrak lari yang dilakukan
oleh Samsudin, karena rasa dendam kepada lek khudori.
Manfaat /
Pelajaran yang Diperoleh
Manfaat yang dapat saya ambil setelah menonton
film ‘Perempuan Berkalung Sorban’ ini yaitu kita perempuan harus sadar bahwa
tubuh yang kita miliki adalah milik kita sendiri yang perlu kita hargai
setinggi-tingginya. Jilbab adalah syarat populer dan upaya pencegahan pelecehan
bagi perempuan. Perempuan juga harus mampu membuat pilihan dan menyiapkan diri
untuk maju mandiri.
Pengalaman pahit dan penderitaan harus
dijadikan landasan dan kekuatan yang membuat perempuan makin bijak dalam
menyongsong hari esok, bukan menyerah kalah. Peristiwa demi peristiwa yang kita
lewati dalam hidup adalah halaman demi halaman ilmu yang tengah kita baca dan
coba mengerti, hikmah apa yang dikandung olehnya.
Di dunia ini, semua yang diciptakan oleh
Allah, apa pun jenis kelaminnya, baik laki-laki atau perempuan, semuanya sama
baiknya, sama bagusnya dan sama enaknya. Sebab Allah juga memberikan kenikmatan
yang sama pada keduanya. Tinggal bagaimana kita mensyukurinya. Terhormat
tidaknya seseorang tergantung bagaimana sikapnya dalam bergaul. Dan sikap ini
meliputi banyak hal, banyak segi, seperti cara berbicara, cara berpakaian dan
cara bersopan santun.
Sedangkan dalam sebuah pernikahan, anak
bukanlah tujuan utama. Tetapi kedamaian hati, ketentraman dan sikap baik di
dalam hidup bermasyarakat. Antara suami dan istri haruslah saling melengkapi,
tidak main tunjuk dan main perintah.
Film ini sangat dalam untuk kehidupan
dan untuk agama. Seorang Perempuan Yang berjuang keras untuk kesetaraan hak
antara Perempuan dan Lelaki, khususnya bagi Agama Islam.
Film ini mengajarkan bahwa kita harus
pintar dalam mengartikan suatu ayat, ayat itu bermakna luas dan jangan
berpikiran sempit menanggapinya.
Di ceritakan juga bahwa dalam beragama
kita juga harus mengikuti alur zaman, jangan mau kita terkungkung dalam masa
lalu, kita harus membuka mata pada kehidupan jaman sekarang untuk menanggulangi
permasalahan.
Karena sekeras apapun kita tidak akan
bisa memenangkan hati manusia dengan cara mengekangnya, justru biarkan ia
“bebas” melihat dan mencari jalan yang terbaik bagi dirinya sendiri dengan
tetap memegang teguh agama sebagai jalan utamanya.
Diceritakan juga dalam film ini bahwa
“kebebasan” adalah hal yang mutlak dan membahagiakan. Namun jangan juga
mengartikan “kebebasan” dengan cara yang berbeda atau negatif, yang malah
akhirnya akan menjerumuskan diri kita sendiri.
Mungkin itu aja yang bisa saya
ceritakan, dan jika ada salah dalam penulisan bahasa, atau segala yang
menyinggung saya minta maap kritikan dan saran akan saya terima dengan senang
hati, sekian dan wabillahitaufiq walhidayah wassalamualaikum wr.wb.
Sign up here with your email